Dulu
ketika aku masih remaja, banyak yang menanyakan apakah aku akan kuliah,
apa aku dapat meraih mimpiku menjadi seorang sarjana? Kemudian semua
orang berfikir, setamat dari SMA aku akan menikah dengan laki-laki
pilihan orang tuaku. Ya… banyak orang mengatakan orang tuaku kolot,
kuno, ndeso1) dan sebagainya. Mereka memang seorang petani, dandanannya
kuno dan hanya tamat sekolah rakyat2). Banyak
orang yang malu dengan keberadaan orang tua yang tidak modis. Tapi aku
tidak, aku sangat bangga pada mereka, orang tuaku tercinta…
Hari
pertamaku di kampus, aku diantar bapak dengen motor butut. Mungkin
orang-orang memandangku aneh. Tapi aku tak sedikitpun malu ataupun
gengsi. Aku justru sangat bahagia, karena orang tuaku sangat mendukung
keinginanku kuliah. Mereka telah mematahkan sebagian besar
cibiran orang-orang. Mereka tak sedikit pun kolot atau memaksakan aku
menikah dengan pilihannya, namun orang tuaku berpesan “Niatkan mencari
ilmu, sedikit saja kamu melangkah mencari jodoh (baca: pacaran), maka
saat itulah kau harus siap menikah dengan pilihan kami”
Yaa..
begitulah mereka mendidikku. Aku dibiarkan memilih hidupku, asal dengan
pantangan harus menghindari zina. Sebab itulah aku diizinkan kuliah dan
menuntut ilmu, jauh dari orang tua. Aku tak boleh mengecewakan mereka..
harus!
Bukan
berarti diriku bebas dari godaan. Disaat banyak teman yang menceritakan
asiknya pacaran, hati kecilku menginginkan pula. Namun aku ingat, aku
tak mungkin melakukan ini. Orang tuaku tak akan ridho dengan perilakuku.
Bukankah ridho Alloh bergantung ridho orang tua? Aku juga sudah lebih
dari enam tahun mengenyam pendidikan berbasis Islam, mana mungkin tidak
faham bahaya khalwat dan zina. Sangat keji kalau aku pura-pura lupa.
Saat aku kelas dua SMP, ada salah satu senior yang sering mengirimkan sepucuk surat yang sangat indah. Aku tak pernah membalas suratnya sama sekali. Aku menganggap itu godaan sejauhmana aku memegang prinsipku.
Setelah
lulus dari SMP, seniorku itu bersekolah di luar kota. Namun dia tetap
mengirimkan surat kepadaku meskipun tak pernah aku balas. Aku merasa
kasihan padanya. Akhirnya kuputuskan membalas suratnya. Aku menuliskan
surat penolakan secara halus. Meskipun sangat tidak enak, namun aku
harus menuliskannya. Aku takut, penantiannya adalah sebuah kesia-siaan.
Lambat
laun, aku dengar dia berpacaran dengan kawan dekatku di SMP dulu. Hmm..
dunia seakan sempit. Aku tidak kecewa dengan keputusanku yang lalu.
Keputusan yang sangat tepat. Mungkin dia bukan laki-laki yang terbaik
untukku.
Yaaah
masa remaja, sangat pelik dan rumit.. Tapi aku menikmati masa remajaku
itu dengan nyaman. Tak ada yang membuat stress atau galau. Namun sewaktu
SMA ada seorang yang menarik hatiku, dia pemuda yang terlihat baik,
pandai dan religius. Oh Tuhan.. ternyata dia memiliki pacar dimana-mana,
pacarnya lebih dari satu orang. Haha.. dan suatu kesalahan pernah
mengaguminya.
Ketika aku menginjak umur 18 tahun, ada salah seorang tetangga dolan3)
(baca: ta’aruf) ke rumahku. Aku dengar dia adalah seorang pegawai
negeri yang sudah mapan. Banyak orang yang silau dengan kekayaannya saat
itu. Namun bapak menolaknya secara halus. Bukan karena parasnya kurang
tampan atau hartanya yang kurang melimpah, tapi bapak memprioritaskan
kefahaman agama dan akhlaknya.
Pernah saat itu ibuk memprotes keputusan bapak yang menolaknya, “Kenapa bapak tolak lamaran nak khadafi?”
“Bapak kurang srek4) dengan kualitas agama nak Khadafi” jawab bapak santai.
“Bapak ini, kayak meninggikan grade saja buat anak kita. Dia kan mapan, sudah kerja dan siap to.. Keluarganya juga terpandang di kampung kita”
“Sudah lah buk.. Anak kita kan juga mau sekolah. Bapak khawatir nak Khadafi nggak bisa nunggu Ima dengan sabar.”
Sebenarnya
aku tau perdebatan bapak ibuk saat itu, namun aku tidak terlalu
memusingkannya. Aku bersikap wajar dan cuek. Seolah tidak pernah tau ada
kejadian itu. Kejadian ‘penolakan’.
Begitulah,
sejak saat itu rasanya hidupku tak tenang. Aku takut ada yang melamar
lagi, kemudian bapak mengiyakan. Akan terjadi mimpi buruk, kalau lamaran
yang diterima Bapak adalah laki-laki yang tak ku sukai. Tapi aku harus
berhusnudzon. Laki-laki pilihan bapak pasti bukan sembarang orang.
Sebenarnya
terbesit rasa takut, bagaimana kalau aku menikah di usia yang tua?
Karna terlalu sering menolak laki-laki. Ya sudahlah, aku pasrahkan pada
Alloh.. semoga diberi yang terbaik pada saat yang terbaik pula.
-insya Alloh bersambung-
Catatan Kaki
1) Ndeso : Kampungan
1) Ndeso : Kampungan
2) Sekolah Rakyat : Setingkat SD
3) Dolan : berkunjung, main
4) Srek : Pas
4) Srek : Pas
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
3 komentar:
Lanjutkan say... :)
menurutmu, ini rancu nggak? haha..
ruwet banget alurnya. Butuh ditata ulang. :D
fiksi
Posting Komentar