Welcome :)

dinifahma.blogspot.com

Jumat, 25 Desember 2015

Umair...

sumber: google.com

Hujan begitu deras siang ini, saya membuka lembar buku yang di tangan. Di sebelah saya, wanita berumur 28 atau 29 itu sedang meninabobokan putranya bernama Umair. Saya memperhatikan, sesekali fokus pada bacaan. Kemudian lamat-lamat terdengar lantunan ayat yang begitu indah dari seorang ibu yang mem’puk-puk anak semata wayangnya. Surat pendek yang begitu indah. Akhirnya, Umair terlelap. 

Saya takjub, ketika kebanyakan ibu menidurkan anaknya dengan lagu-lagu yang tak berfaedah, Ummu Umair justu meninabobokan dengan Kalamullah yang begitu indah.

Ummu Umair menghampiri saya yang membuka-buka sejumlah buku.
“Umm.. saya pinjam buku ini ya..” saya berkata pelan, karena takut Umair terbangun
“Silahkan dek…”

Kami saling diam. Kemudian Ummu Umair membuka suara “Saya sekarang sedang mencari jawaban yang pas, bagaimana kalau Umair bertanya lagi tentang ayahnya..”
Saya terdiam.

Cukup faham dengan kondisi Ummu Umair yang single parent.
“Pernah dia tanya, ‘Abi kemana Mi?’ Lalu saya jelaskan pada Umair, ‘Abi sedang pergi. Kalau kamu tau, ada beberapa kelinci yang hanya tinggal sama ibunya, ya seperti itulah kita nak…’”
Saya hanya diam. Entah pilihan kata apa yang akan saya suarakan.
“Dia pernah merengek, ‘tapi kenapa Abi tidak tinggal dengan kita Mi? Kenapa Mi?’” Ummu Umair menghela nafas. “Saat itu saya ingin menangis, kemudian entah kekuatan darimana saya menahan semua kesedihan itu di dalam dada. Umair terus merengek meminta alasan, ‘kenapa Abi tidak bersama kita, kenapa Abi Umair tidak seperti Abi yang lain?’”
“Saya tau dia minta penjelasan, saya berpikir dia terlalu kecil untuk menerima kenyataan. Makanya sampai umurnya 5 tahun, saya masih menyembunyikan semuanya.”
“Namun, dia semakin mengerti, bahwa kondisi kami berbeda dengan keluarga yang lain. Ketika itu dia terus merengek, menanyakan Kenapa dan kenapa. Lalu, saya jawab… ‘Ummi dan Abi bercerai Nakk…’”
“Umair mungkin pernah mendengar kalimat perceraian sangat menyakitkan, atau dia belum faham, saya sendiri tidak tau. Lalu dia terdiam dari rengekannya, dan menanyakan ‘Kenapa Umi bercerai dengan Abi?’” 
Saya heran, anak sekecil dia sudah faham kalimat itu.
“Lalu dia menanyakan lagi, ‘Kenapa Umair tak punya Abi, kenapa Umair yang tidak punya Abi? Kanapa Mi?’ dia menangis terus menerus. Kemudian saya katakan padanya… 
Nak, kamu disiapkan menjadi orang hebat. Umair harus sabar dan sholih… Lihat, Rasulullah Muhammad, malah tidak memiliki Ayah dan Ibu ketika beliau masih kecil.. tapi beliau orang yang hebat. Lihat Nabi Isa, Nabi Musa, dibesarkan tanpa seorang Ayah.. mereka semua hebat. Kamu harus kuat dan menjadi putra Umi yang hebat…
Saya termangu. Takjub.
“Sekejap itu Umair terdiam. Dia kemudian mendengar setiap perkataan saya. Saya juga tidak menyangka dapat mengatakan itu. Saya begitu takut, Umair akan menanyakan lagi dan lagi. Namun, saya harus hadapi dan mempersiapkan apapun yang terjadi.”

Ummu Umair menceritakan beberapa hal tentang kehidupannya.
“Saya selalu menceritakan tentang ayahnya, kebaikan ayahnya. Saya tidak ingin perpisahan kami membuat dia membenci ayah kandungnya sendiri.”

Dan hujan masih deras, dengan awannya yang begitu pekat… Saya melihat mendung di pelupuk mata Ummu Umair..
sumber: google.com

11 Rabiul Awal 1437 H – 23 Desember 2015 M
Flash back beberapa bulan lalu..


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

0 komentar:

Posting Komentar