sumber: google.com |
Hujan begitu deras siang ini, saya membuka lembar buku yang
di tangan. Di sebelah saya, wanita berumur 28 atau 29 itu sedang meninabobokan
putranya bernama Umair. Saya memperhatikan, sesekali fokus pada bacaan.
Kemudian lamat-lamat terdengar lantunan ayat yang begitu indah dari seorang ibu
yang mem’puk-puk anak semata wayangnya. Surat pendek yang begitu indah.
Akhirnya, Umair terlelap.
Saya takjub, ketika kebanyakan ibu menidurkan anaknya dengan
lagu-lagu yang tak berfaedah, Ummu Umair justu meninabobokan dengan Kalamullah
yang begitu indah.
Ummu Umair menghampiri saya yang membuka-buka sejumlah buku.
“Umm.. saya pinjam buku ini ya..” saya berkata pelan, karena
takut Umair terbangun
“Silahkan dek…”
Kami saling diam.
Kemudian Ummu Umair membuka suara “Saya sekarang sedang mencari jawaban yang
pas, bagaimana kalau Umair bertanya lagi tentang ayahnya..”
Cukup faham dengan kondisi Ummu Umair yang single parent.
“Pernah dia tanya, ‘Abi kemana Mi?’ Lalu saya jelaskan pada
Umair, ‘Abi sedang pergi. Kalau kamu tau, ada beberapa kelinci yang hanya
tinggal sama ibunya, ya seperti itulah kita nak…’”
Saya hanya diam. Entah pilihan kata apa yang akan saya
suarakan.
“Dia pernah merengek, ‘tapi kenapa Abi tidak tinggal dengan
kita Mi? Kenapa Mi?’” Ummu Umair menghela nafas. “Saat itu saya ingin menangis,
kemudian entah kekuatan darimana saya menahan semua kesedihan itu di dalam
dada. Umair terus merengek meminta alasan, ‘kenapa Abi tidak bersama kita,
kenapa Abi Umair tidak seperti Abi yang lain?’”
“Saya tau dia minta penjelasan, saya berpikir dia terlalu
kecil untuk menerima kenyataan. Makanya sampai umurnya 5 tahun, saya masih
menyembunyikan semuanya.”
“Namun, dia semakin mengerti, bahwa kondisi kami berbeda
dengan keluarga yang lain. Ketika itu dia terus merengek, menanyakan Kenapa dan
kenapa. Lalu, saya jawab… ‘Ummi dan Abi bercerai Nakk…’”
“Umair mungkin pernah mendengar kalimat perceraian sangat
menyakitkan, atau dia belum faham, saya sendiri tidak tau. Lalu dia terdiam
dari rengekannya, dan menanyakan ‘Kenapa Umi bercerai dengan Abi?’”
Saya heran, anak sekecil dia sudah faham kalimat itu.
“Lalu dia menanyakan lagi, ‘Kenapa Umair tak punya Abi,
kenapa Umair yang tidak punya Abi? Kanapa Mi?’ dia menangis terus menerus.
Kemudian saya katakan padanya…
“Nak, kamu disiapkan menjadi orang hebat. Umair harus sabar
dan sholih… Lihat, Rasulullah Muhammad, malah tidak memiliki Ayah dan Ibu
ketika beliau masih kecil.. tapi beliau orang yang hebat. Lihat Nabi Isa, Nabi
Musa, dibesarkan tanpa seorang Ayah.. mereka semua hebat. Kamu harus kuat dan
menjadi putra Umi yang hebat…”
Saya termangu. Takjub.
“Sekejap itu Umair terdiam. Dia kemudian mendengar setiap
perkataan saya. Saya juga tidak menyangka dapat mengatakan itu. Saya begitu
takut, Umair akan menanyakan lagi dan lagi. Namun, saya harus hadapi dan
mempersiapkan apapun yang terjadi.”
Ummu Umair menceritakan beberapa hal tentang kehidupannya.
“Saya selalu menceritakan tentang ayahnya, kebaikan ayahnya.
Saya tidak ingin perpisahan kami membuat dia membenci ayah kandungnya sendiri.”
Dan hujan masih deras, dengan awannya yang begitu pekat…
Saya melihat mendung di pelupuk mata Ummu Umair..
Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer
0 komentar:
Posting Komentar