Tulsan ini mungkin agak panjang. Namun, semoga ada manfaat yang bisa diambil. Ini adalah cerita persalinan kedua saya, setelah sebelumnya di persalinan pertama saya ada rasa ketakutan ketika melahirkan. Walaupun di persalinan kedua, tentu ketakutan masih hilang muncul.
Beberapa hal yang terjadi di persalinan pertama menjadi evaluasi untuk persalinan selanjutnya. Agar hal yang kurang pas di persalinan pertama, tidak terulang kembali. Contoh: bayi besar menyebabkan harus dilakukan episiotomi. Jahitan jalan lahir yang akhirnya banyak, hemoroid, dan beberapa kondisi kurang nyaman setelah melahirkan. Saya tulis hal-hal yang jadi evaluasi.
Keluarga memang riwayat bayi besar, jadi wajar bila di ikhtiar persalinan, asupan makanan adalah mengurangi nasi putih. Susu pun saya yang low fat, karena gulanya kecil. Dan itu pun jarang karena khawatir juga laktosanya bikin cepet boost berat badan (BB) janin.
Tiap USG yang bikin deg-deg adalah pas mantau berat janin. Berat badan saya sih terserah ya naiknya berapa, yang khawatir kalau bb janin. Kebetulan kenaikan berat badan saya nggak seberapa banyak.
Tanggal 1 April, saya USG di tempat terdekat. Karena saat itu wabah sudah cukup mengerikan, jadi USG harus ditunda bila tidak urgent. Tapi semakin ditunda kok kayak stres takut bb bayi di dalam perut nggak kekontrol hhe. Akhirnya USG di tempat bukan biasanya, di deket rumah yang jaraknya ±2,5km dari rumah. Pas dicek disana BB bayi sudah 2,9 kg padahal masih 35 w. Masih ada 5 w lagi lahiran. Duh.. lahir ntar berapa? Pikiran negatif saya.
Saya konsultasi ke provider saya, bidan ima, kata beliau "santai aja mbak, itu cuma perkiraan. Tapi ya coba diet lebih ketat dan kalau mau puasa ya nggak papa puasa senin kamis. Dan semoga 2-3 Minggu lagi bisa lahir"
Saya coba kurangi nasi, namun tidak memungkinkan puasa karena yang paling sulit kalau rasa haus mendera.
"Padahal dari kemarin sudah diet, kok tetep besar ya" keluh saya ketika berbincang dengan suami. Di saat beberapa bumil makan banyak, naik 20 kg lebih, BB bayi ya wajar hhe. Nah saya naik BB 10 kg, bayi 4 kg! Tapi inget kata-kata begini, "Allah yang menciptakan, Allah pula yang mengeluarkan bayi ini"
Besar ataupun kecil, Allah yang menciptakan dan Maha mengetahui kemampuan hambaNya.
Kalau ternyata bayi di perut saya ini besar (lagi), Allah lah yang maha Penolong untuk mengeluarkannya dari jalan lahirnya. Karena manusia hanya berusaha, Allah yang tentukan dan takdirkan.
Menunggu 2 minggu, 3 minggu kemudian, ternyata belum juga lahir. Saya akhirnya galau lagi, "Bi, doain cepet lahir lah" kataku suatu hari.
"Ya didoain, kapanpun semoga yang terbaik" jawab suami saya enteng.
"Doain lahir dalam waktu dekat." Kata saya lagi maksa. "Aku kan khawatir, makin lama ntar lahirnya makin besar"
"Yang ditakutin apa to? Lahir besar? Doa lahir kapanpun, mudah-mudahan lancar, nggak terlalu besar, sehat semua." Suami mengingatkan. "Kalau minta lahir cepet-cepet ternyata tetep besar gimana?"
"Iya ya"
"Nah kan.. udah, pasrah aja."
Di sela pasrah itu, saya tetep induksi alami dengan makan nanas dan kurma, jalan pagi, juga birthing ball. Namun, qodarullah belum juga lahir.
USG lagi tanggal 22 april, menjelang HPL 26 april (kalau perhitungan HPHT). Namun, hitungan usg awal, diperkirakan mundur 2 minggu. Ya Allah .. nggak siap rasanya kalau mundur lagi. Segede apa ini bayi? Ketakutan saya.
Hasil USG menunjukkan bb janin udah 3,8-3,9 kg. Deg. Rasanyaaa. Ini mau mundur kapan lagi? Sebesar apa ntar keluarnya? Drama banget deh saat tau hasil USG itu. Tapi kabar baiknya, kepala sudah masuk panggul dan kondisi plasenta serta ketuban masih sejahtera, alhamdulillah.